KESEHATAN MENTAL
Al-Quran Al-Karim memang banyak berbicara tentang penyakit jiwa. Mereka yang lemah iman dinilai oleh Al-Quran sebagai orang yang memiliki penyakit di dalam dadanya. Dari hadis-hadis Nabi diperoleh petunjuk, bahwa sebagian kompleks kejiwaan tercipta pada saat janin masih berada di perut ibu, atau bahkan pada saat hubungan seks (pertemuan sperma dan ovum), demikian juga ketika bayi masih dalam buaian.
Karena itu, Islam memerintahkan kepada para ibu dan bapak agar menciptakan suasana tenang, dan mengamalkan ajaran agama pada saat bayi berada dalam kandungan, sebagaimana memerintahkan kepada para orang-tua untuk memperlakukan anak-anak mereka secara wajar.
Dalam suatu riwayat diungkapkan ada seorang anak yang sedang digendong, kemudian pipis membasahi pakaian Nabi. Ibunya merenggut bayi tersebut dengan kasar. Namun Nabi menegurnya dengan bersabda : "Jangan hentikan pipisnya, jangan renggut dia dengan kasar. Pakaian ini dapat dibersihkan dengan air, tetapi apa yang dapat menjernihkan hati sang anak (yang engkau renggut dengan kasar)?
Seperti diungkapkan oleh beberapa pakar ilmu jiwa, sebagian kompleks kejiwaan yang diderita orang dewasa, dapat diketahui penyebab utamanya pada perlakuan yang diterimanya sebelum dewasa. Agaknya kita dapat menyimpulkan bahwa pandangan Islam tentang penyakit-penyakit mental mencakup banyak hal, yang boleh jadi tidak dijangkau oleh pandangan ilmu kesehatan modern.
Dalam Al-Quran tidak kurang sebelas kali disebut istilah fi qulubihim maradh.
Kata qalb atau qulub dipahami dalam dua makna, yaitu akal dan hati. Sedang kata maradh biasa diartikan sebagai penyakit. Secara rinci pakar bahasa Ibnu Faris mendefinisikan kata tersebut sebagai "segala sesuatu yang mengakibatkan manusia melampaui batas keseimbangan/kewajaran dan mengantar kepada terganggunya fisik, mental, bahkan kepada tidak sempurnanya amal seseorang."
Dari sini dapat dikatakan bahwa Al-Quran memperkenalkan adanya penyakit-penyakit yang menimpa hati dan yang menimpa akal.
Penyakit-penyakit akal yang disebabkan bentuk berlebihan adalah semacam kelicikan, sedangkan yang bentuknya karena kekurangan adalah ketidaktahuan akibat kurangnya pendidikan. Ketidaktahuan ini dapat bersifat tunggal maupun ganda. Seseorang yang tidak tahu serta tidak menyadari ketidaktahuannya pada hakikatnya menderita penyakit akal berganda.
Penyakit akal berupa ketidaktahuan mengantarkan penderitanya pada keraguan dan kebimbangan.
Penyakit-penyakit kejiwaan pun beraneka ragam dan bertingkat-tingkat. Sikap angkuh, benci, dendam, fanatisme, loba, dan kikir yang antara lain disebabkan karena bentuk keberlebihan seseorang. Sedangkan rasa takut, cemas, pesimisme, rendah diri dan lain-lain adalah karena kekurangannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar